Sebelumnya saya udah bahas tentang My Chemical Romance yang mau bubar. Hop! Jangan sedih! Karena selain cuma rumor, jikapun bubar rencananya mereka bakal bikin band baru. Yahhh.. cuma ganti nama gitu deh. Walaupun disayangkan karena nama My Chemical Romance udah nempel di hati penggemarnya. Iya gak sih? Nah, sekarang anggap aja buat mengenang band rock&pop kasar ini (kayak udah mati aja ye pake istilah mengenang), yuk intip beberapa lagu My Chemical Romance yang sempet meledak di pasaran. See it!
1. Welcome To The Black Parade
Lagu yang dibarengi paduan suara di akhir lagunya ini bener-bener mantap, gan. Walaupun Gerard Way, si vokalis My Chemical Romance mengaku tidak mudah untuk memadukan keduanya, tapi toh akhirnya keren banget.
2. Cancer
Ini nih lagu yang paling saya suka. Lagu yang bercerita tentang penderita kanker ini benar-benar kena banget apalagi video clip-nya itu lho menyentuh banget.
3. Ghost Of You
Ini juga salah satu lagu yang saya suka setelah Cancer. Pokoknya keren abis deh!
4. I'm Not Ok
Lagu pertama di awal karirnya yang langsung meledak seantero dunia. Denger-denger sih video clip-nya merupakan kisah nyata dari lakon kita ini. Yup, drama lagu yang bercerita penindasan seorang anak. Nah loh, percaya gak?
5. I Don't Love You
Kalau denger lagu ini, saya jadi malu sama salah satu band negeri karena kabarnya musik dari lagu ini ditiru oleh band negara kita. Ada yang tau siapa? Catat nih nama band-nya D'masiv. Coba deh bandingkan musiknya yang berjudul Cinta Ini Membunuhku dengan lagu I Don't Love You. Sama persis!
6. Helena
Lagu yang bercerita tentang kematian cewek bernama Helena. Liat aja video clip-nya yang gak kalah keren dengan yang lain.
7. Dead
Ini nih lagu mantap yang berikutnya. Coba aja dengerin (bagi yang belum pernah denger sih...).
8. Famous Last World
Dari judulnya aja udah ngeri. Udah kebayang kan gimana kerennya lagu ini? Cek sendiri deh.
9. Teenagers
Coba dengerin lagu sherina yang judulnya Gregetan and bandingkan dengan lagu ini. Agak mirip kan? Bedanya musik yang dibawa lebih keras dan kasar tapi tetep nyaman kok nempel di telinga.
10. Na Na Na
Lagu yang terbaru dari sekian lagu yang ada. Iyalah lagu ini di ambil dari album Danger Days yang dirilis akhir tahun 2010. Banyak pesan yang disampaikan pada lirik lagu ini.
Cukup segitu aja. Thank you and jangan lupa tinggalkan komentar.
Masih dengan
hari-hari yang sama. Pekerjaan yang sama. Kehidupan yang monoton. Aku sendiri
tak mengerti ternyata bisa bertahan dengan kehidupan seperti ini. Mungkin
karena terlalu cukup bagiku. Namaku Nino Setiawan. Panggil saja aku Nino. Aku
mempunyai keluarga yang utuh. Ayah, ibu dan dua orang adik yang duduk di bangku
sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Aku juga tidak sulit untuk mencari
teman. Pendidikanku memadai. Aku terdaftar sebagai mahasiswa fakultas
perhotelan di salah satu universitas. Lalu ditambah bekerja paruh waktu di
sebuah kedai teh karena aku mengambil kelas sore untuk jadwal kuliahku. Bukan
karena orang tuaku tak mampu membiayai kuliahku tapi karena aku tak cukup
dengan menuntut ilmu kemudian duduk manis di rumah mengerjakan tugas-tugas
layaknya anak kuliahan lainnya. Aku ingin mengasah lebih kemampuanku. Lagipula
pekerjaanku ini tak jauh dari tema fakultasku bukan?
Hingga akhirnya aku bertemu dengan
seorang gadis bernama Tara. Hidupku mendapat sedikit percikan warna lain. Dia
pelangganku di kedai teh yang cukup cantik. Tapi gayanya bisa dibilang
kekanak-kanakan untuk ukuran anak kuliahan. Selalu saja kutemukan dia memakai
gaun pendek berenda, berwarna cerah. Terlihat manis memang. Apalagi saat dia
mengeluh karena pria pujaannya tak kunjung datang. Ya, alasan satu-satunya dia
datang ke kedai teh karena dia memuja Arsya, salah satu pelayan di kedai teh
ini.
“Udah kubilang kan Arsya shift
sore.” Jelasku padanya tiap kali dia mengeluh.
“Bodo!” katanya masih dengan nada
yang sama. Jutek.
“Kenapa nggak datang malem aja sih?”
“Aku ada les tiap malem.”
“Kayak anak sd aja pakai les
segala.”
“Bawel ah suka-suka aku dong!”
Karena tiap kali aku yang menyeduh
teh untuknya, lama-lama kami jadi banyak ngobrol. Gaya khasnya yang jutek, aku
suka. Tapi selalu bersikap manis ketika menatap Arsya walau dari kejauhan.
Dasar cewek! Yah, tau sendiri kan gadis ini cuma pemuja. Tak pernah sekalipun
melambaikan tangan untuk sekedar mengucap kata “hai” kepada Arsya. Dia terlalu
payah dalam urusan PDKT.
Lagi aku berjalan menuju mejanya.
Dengan seragam putih berhias dasi berbentuk pita lalu disandingkan dengan
celana hitam, tanganku lihai membawa secangkir minuman. Tapi kali ini aku tak
menyeduh teh untuknya. Aku sengaja membuatkan secangkir jus mangga.
“Apa ini?” tanyanya bingung tak
melihat teh yang biasa dia pesan.
“Anak kecil aja tau kalau ini jus
mangga.” Jawabku sekenanya.
“Nggak ada dalam menu kan?”
“Aku kasian tehnya.”
“Loh kenapa?”
“Hey, kamu selalu nyisain teh dalam
cangkirmu. Kalau nggak suka teh kenapa masih dipaksain?”
“Ih... bukan urusanmu...”
“Kalau nggak mau ya udah aku buang
aja.” Tanganku cepat-cepat mengambil cangkir yang ada di atas meja.
“Eh jangan...”
Tara
merebut cangkir itu. Aku tersenyum geli. Lalu tanpa ragu gadis manis ini
meneguknya perlahan. Setengah gelas telah masuk dalam perutnya. Dia meluangkan
waktu memandangku. Bukannya aku geer tapi dia benar-benar memandangku dengan
senyuman yang baru kali ini kulihat. Manis banget.
“Makasih
ya...”
“Bayar
dua kali lipat tuh.”
“Masih
aja nyebelin.”
“Hahaha...”
Tawaku langsung meledak.
Sejak
saat itu, aku menyajikan jus mangga untuknya. Masih dengan harga yang sama agar
tak ketahuan dengan pemilik kedai. Aku juga meminta teman-teman sesama pelayan
untuk memakluminya. Jari telunjukku tak henti menempel di bibir tiap kali
mengantar jus itu ke meja Tara. Teman-temanku menyambutnya dengan tertawa geli.
Aku ini memang konyol.
“Kalau
ketahuan sama bosmu gimana?” tanya Tara tiba-tiba.
“Hmmm...
paling cuma dipecat.”
“Cuma?
Jangan bercanda!”
“So
what?” seruku cuek.
“Eh
tapi kayaknya kamu lebih cocok buat jus mangga deh... Gila enak banget!”
“Itu
sih maunya kamu.” Cibirku.
“Beneran!”
katanya kesal.
Ternyata
ada yang lebih membuat hidupku lebih berwarna daripada mengenal Tara. Aku
dipecat! Apalagi kalau bukan karena persoalan yang keluar dari menu. Rahasiaku
tak selamanya jadi rahasia. Beberapa minggu setelah itu, bos memergokiku membuat
jus mangga. Padahal bos tak pernah ke kedai kalau bukan akhir bulan.Dengan
bodohnya aku mengaku. Aku menceritakan semuanya pada bos. Mungkin aku
dilahirkan sebagai anak yang jujur. Antara rasa menyesal dan yah.. entahlah.
Aku bingung harus mengucapkan kata apa di depan bos untuk membela diri. Aku pasrah
didepak dari bangunan itu.
Ada
rindu dalam kedai teh itu. Banyak kenangan yang kuukir disana. Memang cuma
setahun aku berkerja disana tapi Tara menambah berjuta dari deretan kenangan
itu. Tanpa sadar aku ikut merindukan gadis manis itu. Bukan, dia bukan gadis
manis. Dia gadis jutek. Dia cuma tersenyum padaku satu kali. Arghhh... Kenapa
sekarang aku membahas Tara? Sudah dua hari aku tergeletak di rumah tiap pagi
sampai sore. Sesekali ku acak-acak kertas koran mencari baris lowongan kerja.
Hasilnya masih nihil. Aku masih menganggur.
Bel
pintu berbunyi. Aku bangkit dari tempat tidurku. Kupercepat laju langkahku
ketika suara bel semakin cepat berbunyi. Ku tarik daun pintu dengan
tergesa-gesa. Kepalaku menyembul keluar. Mataku beradu dengan gadis manis
berbalut gaun berenda. Itu Tara. Dia yang berkunjung di rumahku.
“Hey,
ngapain disini?” tanyaku kaget.
“Aku
kan? Gara-gara aku, kamu dipecat.” Pertanyaannya langsung menyerang telingaku.
Matanya memerah.
“Nggak
juga kok!” kataku menenangkannya.
“Aku
dengar kok dari Arsya.”
“Hebat!
Udah berani ngobrol sama Arsya. Kemajuan dong!”
“Apanya
yang hebat! Aku pengennya ngobrol sama kamu.”
“Udah
nggak naksir sama Arsya?” tanyaku polos. Dahiku berkerut tak mengerti.
“Aku
tuh mulai suka sama kamu!” katanya masih dengan nada jutek.
Tentu
saja aku kaget mendengar ucapan Tara. Jarang-jarang ada gadis yang tanpa malu
mengutarakan perasaannya. Dari awal bertemu dia memang bukan gadis yang suka
jaga imej. Dia memang lebih suka blak-blakan sambil pasang muka jutek.
“Repeat
dong!” seruku menyembunyikan rasa kaget.
“Apanya?”
“Harusnya
aku yang bilang aku mulai suka sama kamu. Kan nggak seru kalau cewek duluan
yang bilang.”
Tara
memukul pundakku kesal. Aku malah tertawa senang. Tak ada ruginya juga dipecat.
Hidup itu adil kan? Kalau memang saat ini aku harus bersedih karena dipecat
tapi aku mempunyai kebahagiaan yang menghapuskan kesedihan itu. Kebahagiaan
karena peri cupid menancapkan panah kecilnya kepada kami lewat kedai teh. Dan
kurasa mulai saat ini tak ada kamus monoton lagi dalam hidupku.
Bagi pecinta film action segera merapat ke bioskop kesayangan anda. Pasalnya di tahun 2013 ini dirilis beberapa film luar maupun dalam negeri yang siap tayang di bioskop di seluruh Indonesia. Film apa sajakah itu? Yuk kita intip profil filmnya.
1. RIPD (2013) * Rilis Bioskop: 19 Juli 2013 (Nationwide) * Genre: Action Thriller Kejahatan Petualangan Drama Gangster * Disutradarai oleh: Robert Schwentke * Studio / Distributor: Universal Pictures * Dibintangi: . Ryan Reynolds sebagai Nick Walker . Jeff Bridges sebagai Roy Pulsipher . Kevin Bacon sebagai Bobby Hayes [penjahat] . Stephanie Szostak . Mary Louise Parker sebagai Procter . James Hong sebagai Kakek Chen.
2. Percy Jackson: Sea of Monsters (2013) * Rilis Bioskop: 16 Agustus 2013 (USA-Nationwide) * Genre: Petualangan Fantasi Adaptasi Sekuel * Disutradarai oleh: Thor Freudenthal * Penulis: Scott Alexander, Larry Karaszewski * Studio / Distributor: 20th Century Fox * Negara: USA * Bahasa: Inggris * Dibintangi: . Logan Lerman sebagai Percy Jackson . Alexandra Daddario sebagai Annabeth Chase . Jake Abel sebagai Lukas . Brandon T. Jackson sebagai Grover Underwood . Mary Birdsong . Yvette Nicole.
3. The Hunger Games: Penangkapan Api (2013) * Rilis Bioskop: 22 November 2013 2D-IMAX (USA-Nationwide) * Genre: Petualangan Sekuel Action Thriller Remaja * Disutradarai oleh: Francis Lawrence * Studio / Distributor: Lionsgate Films * Dibintangi : . Jennifer Lawrence sebagai Katniss Everdeen . Josh Hutcherson sebagai Peeta Mellark . Liam Hemsworth sebagai Gale Hawthorne . Philip Seymour Hoffman sebagai Plutarch Heavensbee . Elizabeth Banks sebagai Effie Trinket . Woody Harrelson sebagai Haymitch Abernathy.
Itu hanya beberapa film yang akan tayang di bioskop nanti. Jadi, masih banyak film yang bakal menghibur anda lewat aksi-aksinya. Siapkan kocek dan ajakin temen-temen terdekatmu!
Kabar bubarnya My Chemical Romance
memang sangat disayangkan apalagi bagi para myMCR (sebutan fans untuk My
Chemical Romance). Pasalnya seakan tidak ada hal apapun yang membuat band ini
harus terpaksa berakhir. Eits, tapi jangan bersedih dulu. Kabar yang beredar
beredar jika Gerard Way dan kawan-kawan sengaja membubarkan My Chemical Romance
untuk membentuk band baru dengan nama yang berbeda. Kabar ini sendiri juga
diperkuat dengan komentar istri Gerard yang menyatakan jika suaminya,Mikey Way,
Frank Iero dan Ray Toro berencana untuk bekerja sama dalam sebuah band.
"Saya memahami kebutuhan untuk
berubah dan hasrat untuk memulai lagi. Masa depan dimulai dari sekarang, sebuah
petualangan baru dari mereka berempat untuk mengambil tempat. Siapa yang ikut
denganku?" ujarnya.
Bubarnya My Chemical Romance juga
dikomentari oleh James McMahon selaku editor majalah musik Kerrang!. Dia merasa
heran dengan kabar ini dan menilai jika My Chemical Romance sengaja dibubarkan
untuk keluar dari label kontrak dan membentuk band dengan nama baru.
"Aneh bukan jika Gerard
mempostingkan gambar Houdini di twitter? Houdini pandai meloloskan dari dari
hal apapun. Cocok dengan kabar My Chemcial Romance yang mencoba keluar dari
kontrak labelnya," tulisnya.
Untuk lebih jelasnya lagi, kita tunggu kabar selanjutnya dari band yang beraliran rock dan pop kasar ini.
Untuk lebih jelasnya lagi, kita tunggu kabar selanjutnya dari band yang beraliran rock dan pop kasar ini.
Si cantik Lzzy Hale akhirnya terpilih sebagai wanita terseksi di jagad musik rock dan metal versi Kerrang Awards 2013. Vokalis Halestrom ini mengalahkan sejumlah nama seksi dari band lainnya.
Kemenangan Hale ini sedikit di luar prediksi mengingat ada nama Hayley Williams di papan nominasi. Selain Hayley, nominator lainnya adalah Tay Jardine (We Are The In Crowd) dan Jena McDougall (Tonight Alive).
Satu nama nominator lainnya adalah Jack Barakat (All Time Low). Mengapa Jack yang merupakan seorang pria masuk di daftar nominasi tersebut? Belum ada keterangan lebih lanjut dari pihak Kerrang!. Yang jelas banyak sekali komentar miring tentang hal tersebut.
Hale sendiri merupakan pentolan band beraliran hardrock/alternative metal, Halestrom. Selain menjadi seorang vokalis, ia juga mahir memainkan piano dan gitar.
“Gila...!!! lo habis berapa pulsa,
Jean?” seoloroh Zaky begitu melihat outbox-ku yang penuh.
“Cuma lima
puluh pesan kaliii... nggak usah lebay gitu deh!” jelasku sambil mendengus
kesal.
Aku
menyambar ponselku yang digenggam Zaky. Kutekuk mukaku begitu ingat kelakuan
bodohku yang saking paniknya melihat Alvin mengamuk. Seminggu ini aku sibuk
mencari cara untuk mendapatkan maaf dari Alvin. Dari berkunjung ke rumahnya,
tapi dia selalu menolak bertemu denganku. Lalu menyapanya di sekolah, aku cuma
dapat tatapan sinis. Menelepon pun tak pernah di angkatnya. Apalagi waktu ku
SMS ke nomor ponselnya, hingga saat ini tak ada balasan SMS darinya. Maklumlah
dia adalah sahabatku sejak kecil. Aku tumbuh bersama Alvin dan Zaky. Sekitar
sepuluh tahun kami sudah bertetangga. Rasanya ada yang hilang jika tak ada dia.
Tapi kenapa dia tak mau mengerti alasanku sih? Aku jadi kesal.
“Nona manis
jangan ditekuk gitu dong mukanya! Jelek tau!” Cibir Zaky membuatku tambah
kesal.
“Hey, tuan
tampan, adikmu itu bener-bener kejam deh! Aku nggak diberi waktu buat jelasin
semuanya.”
Zaky
mengangkat bahunya lalu tangannya bergerak ke atas ketika pelayan kantin
berteriak bahwa pesanan kami sudah siap. Si pelayan kantin langsung menghampiri
meja kami. Diletakkannya dua mangkuk mi ayam dan dua gelas jus jeruk. Lidahku
langsung meleleh melihatnya. Rasa kesalku ikut mencair seperti jus jeruk ini.
Tanpa ba-bi-bu aku menyantap makanan yang sudah tersaji.
“Stop dulu
aja. Luka itu bakal sembuh oleh waktu. Kalau nanti sudah reda situasinya, baru
kamu minta maaf sama Alvin.”
Aku
menghentikan laju makanku. Kemudian menatap Zaky dengan serius. Sedangkan yang
kutatap malah berbalik menyantap mi ayamnya. Ok, aku tak peduli jika tatapan
kami tak bertemu saat berbicara.
“Mana bisa
tenang kalau belum dapat maaf. Mending lo nasehatin adek lo kalau cinta itu
nggak bisa dipaksa.”
Zaky
mendongak dengan mie yang masih tertempel bibirnya. Lalu dia selesaikan
sisa-sisa mie-nya masuk dalam mulutnya. Sekarang gantian aku yang melanjutkan
menikmati santapanku.
“Masa lo nggak tau kalau Alvin cemburu sama kita berdua?” tanyanya polos.
“Masa lo nggak tau kalau Alvin cemburu sama kita berdua?” tanyanya polos.
Mie ayam
dalam tenggorokanku rasanya mau keluar setelah mendengar ucapan Zaky. Aku tak
menyangka kalau Alvin sampai berpikir seperti itu. Batuk langsung menyerang
tenggorokanku. Zaky dengan cepat mengambil tissu dan mengusapkannya ke bibirku.
Tapi kutolak uluran tangannya yang hampir menyentuh bibirku. Aku lebih memilih
meneguk jus jerukku.
“Yang gue
butuhin minuman bukan tissu!” teriakku dongkol.
“Lo diajak
romantis gk seru.”
“Lo aja yang
bego!”
“Gue bingung
sama selera Alvin.”
“Maksud lo?”
“Gue sih
nggak bakal naksir sama cewek urakan kayak lo. Amit-amit tujuh turunan deh!”
Spontan aku
langsung menjitak cowok rese ini. Dia berteriak kesakitan. Aku cekikikan puas
melihatnya mengusap-usap jidatnya. Dia balas dengan mengumpatku kesal. Aku
makin geli melihatnya. Tapi beberapa menit kemudian, kerutan di dahi Zaky
akibat kesal padaku mengendur begitu pandangannya beralih. Dia menatap Alvin
yang berdiri di ambang pintu kantin. Aku saja baru menyadarinya kalau Alvin
ternyata memperhatikan kami daritadi. Aku menelan ludah berat. Ini sih bakal
jadi salah paham yang lebih membuatnya marah.
“Good luck
ya..” Zaky berbisik padaku sambil nyengir kuda.
Aku kesal
tapi perhatianku lebih tertarik pada sosok Alvin. Ketika pandanganku beradu
dengannya, dia langsung ngeloyor pergi. Aku bangkit dari tempat dudukku dan
mengejarnya. Hampir saja aku melompati tembok kantin yang tingginya hanya
sekitar satu meter. Kalau saja aku tak memakai rok abu-abuku ini, mungkin aku
sudah khilaf jadi tom raider. Aku
coba memanggil namanya tapi dia tak menoleh. Langkah kakinya malah semakin
cepat berlari. Kupacu lagi kecepatan kakiku. Akhirnya di lorong tempat parkir
aku berhasil menangkap tangannya.
“Vin,
dengerin dulu.” Rengekku begitu dia menghentikan langkahnya. Dia menoleh
padaku. Tatapannya lagi-lagi sinis. Aku tak tahan melihatnya.
“Apa?”
sambutnya ketus.
“Sumpah, gue
nggak ada apa-apa sama Zaky.” Jari telunjukku dan jari tengahku langsung
menyembul di sela genggaman telapak tanganku.
“Udah deh.
Gue nggak mau liat lo lagi.”
Alvin
menghempaskan tangannya dari genggamanku dan meninggalkanku pergi. Aku ingin
memanggilnya tapi di sela keinginanku untuk mengejar maaf, aku teringat
kata-kata Zaky. Luka akan sembuh oleh waktu. Mungkinkah itu? kucoba mematuhi
kata-kata itu sambil terus berdoa persahabatanku dengan Alvin bisa kembali
lagi. Aku putuskan untuk menunggu Alvin. Aku selalu berdoa Alvin akan menyerah
mempertahankan amarahnya.
Dua bulan
berlalu, formasi persahabatanku masih terpaku pada Zaky. Ya, Alvin masih marah
padaku. Berkali-kali Zaky menggodaku agar aku menerima cinta Alvin, tapi aku
mantap menggelengkan kepalaku. Bukan karena aku populer di sekolah dan bisa
memilih cowok yang lebih sempurna dari Alvin, atau mungkin seperti yang
digosipkan di sekolah kalau aku tak tertarik pada cowok. Semua itu tak benar.
Aku hanya memandang Alvin sebagai sahabatku. Tidak pernah lebih dari itu.
Sepulang
sekolah seperti biasanya, aku menarik tangan Zaky untuk pulang bareng sebelum
keduluan dengan Winda, gebetan Zaky baru-baru ini. Aku tak mau kalau dia merayu
Zaky agar diantarkan pulang sedangkan aku melongo pulang sendirian menunggu
angkutan umum. Lumayan-lah walau Zaky bukan anak konglomerat tapi dia sudah
diberi kepercayaan untuk mengendarai motor. Biasanya sih aku pulang bareng
Alvin. Dia juga menggandeng motor untuk pulang sekolah. Dan jelas sekali
sekarang aku tak bisa merengek kepada Alvin.
“Jean!”
Tiba-tiba ada yang memanggilku. Aku kenal suara ini. Bahkan sangat mengenalnya.
Secepat kilat aku menoleh ke sumber suara itu.
“Alvin!”
teriakku kompakan dengan Zaky.
“Hey, Kak!”
Sapanya kepada Zaky ketika dia sudah tepat di hadapanku.
“Boleh
pinjam Jeany?” tanyanya sambil memberi kode pada kakaknya lewat tatapannya.
“Nggak
perlulah, Vin. Gue tau yang bakal lo bicarain dan gue juga terlibat.”
Alvin
terdiam. Aku dan Zaky ikut membisu. Alvin menggaruk kepalanya tampak bingung.
Aku dan Zaky kompakan mengerutkan dahi ikut bingung.
“Gue minta
maaf kalau sikap gue kekanak-kanakan banget beberapa hari ini.”
“Tuh kan gue
bilang apa, tinggal tunggu waktunya aja.” Zaky berbisik kepadaku. Aku melotot
dongkol kepadanya.
“Jadi kita
sahabatan lagi?” Aku mengulurkan tanganku lalu Alvin menyambutnya dengan
menggenggam tanganku. Kami bersalaman. “Makasih, Vin.”
“You are
welcome.” Katanya tersenyum tipis.
Sahabatku
kembali lagi. Formasi persahabatan kami telah utuh. Aku, Alvin dan Zaky.
Benar-benar sempurna. Aku tersenyum gembira. Zaky pun ikut senang melihatku
tersenyum lega. Dia mengusap kepalaku. Lembut. Kami bertiga berjalan bersama
menuju tempat parkir. Yah, kali ini aku bisa membonceng Alvin lagi dan tak
perlu khawatir naik angkot lagi.
“Ngomong-ngomong
kalian kenal Winda nggak?” Alvin membuka pembicaraan.
Aku dan Zaky
menoleh kompak ke arah Alvin. Rasanya aku mencium bau yang tak enak lewat
pembukaan percakapan ini.
“Kenapa?”
Alvin kelihatan bingung.
“Emang ada
masalah apa sama Winda?” tanya Zaky penasaran.
“Dia temen
les gue. Gue baru tau kalau Winda juga sekolah di sini.”
“Terus?”
tanya Zaky makin penasaran.
“Cantik ya
anaknya. Pertama kali ketemu di tempat les rasanya gue naksir sama tuh cewek.
Udah sebulan ini gue cari tau tentang dia. Kali aja kalian juga tau.”
Ouh!!! Jadi
dia minta maaf sama aku karena ada gebetan baru? Bukan seperti yang dibilang
Zaky kalau luka bakal sembuh oleh waktu? Ternyata aku harus meralat teori itu.
Sudah jelas yang lebih tepat, luka bakal sembuh oleh GEBETAN BARU. Ok, itu
semua bukan masalah bagiku. Apapun alasan Alvin memaafkanku, aku sudah lega
persahabatan kami kembali. Yang jadi masalahku sekarang adalah Zaky. Aku
mengintip ke arahnya. Kurasakan aura api cemburu di sekujur tubuhnya. Aku
bergidik ngeri. Alvin yang tak menyadari itu dengan santai menceritakannya
kisah cintanya. Firasatku langsung muncul. Sebentar lagi akan ada perang saudara.
Aku langsung geli membayangkannya. Kudekatkan tubuhku menempel ke arah Zaky.
“Zaky, good
luck ya.” Bisikku sambil nyengir kuda.
Jari lentik Riva bermain dengan lincah di
atas keyboard laptopnya. Aku penasaran dengan yang dilakukannya dan mencoba
mengintip ke layar laptopnya. Ku kira dia lagi
ngerjain tugas atau apalah ternyata malah cengengesan baca status
teman-temannya di facebook. Kalau
dipikir nggak mungkin juga seorang
Riva dapat ilham sampai-sampai tugas yang sebenarnya nggak ada malah dikerjakan. Aku nggak
terlalu mengerti yang bikin cengengesan temanku ini. Aku yang lola atau memang Riva yang lagi konslet
otaknya. Pada akhirnya aku ikutan cengar-cengir kayak orang bego padahal nggak
tau apa yang lagi kuketawain. Itung-itung kasih sumbangan gigi ke
teman biar nggak disebut orang yang nggak mempunyai selera humor. Sebenarnya
alasanku nyambung nggak sih...
Sambil membuka bungkus permen karet dan
mengunyahnya, pandanganku berlari mencari sosok Ara. Gila, sepi banget tanpa
kehadiran anak cengeng itu. Apa dia nyasar ke kampusnya sendiri sampai-sampai butuh
waktu satu jam buat menemukan sobat-sobatnya? Ah, paling-paling dia kecantol
sama si abang siomay yang sering stay dikantin
and jadi idola para mahasiswa karena
mukanya yang kecipratan dikit sama justin
beiber.
“oiiiii.....” panggil Ara tiba-tiba yang
masih berjarak sepuluh meter dari tempatku berada. Dia melambaikan tangan
dengan senyuman yang merekah.
Aku malas membalasnya. Ku pandang dia
dengan ekspresi datar. Ara mendekat. Semakin mendekat senyumnya luntur dan
berganti dengan dahi berkerut melihatku.
“kenapa, Cha?”
“sini tanganmu.” Kataku tetap dengan
ekspresi datar.
Ara tanpa curiga menyerahkan tangannya
padaku.
“buka.”kataku lagi.
Aku tau dia bingung. Terlihat sekali dari
mimik wajahnya. Tapi justru itu yang ku harapkan. Sambil menahan tawa, aku
memuntahkan permen karetku dan meletakkannya di atas telapak tangan Ara.
Secepat kilat Ara menarik tangannya dan memandang permen karet bekas
kunyahanku. Tawaku meledak melihat dia panik sambil mengumpat padaku.
“gila kamu, cha! Jorok! Ihh...!! Ichaaaaa....!”
teriaknya kesal.
“hahahaha...” aku ngakak puas.
Riva menoleh ke arah kami meninggalkan facebook-nya.
“ya ampun, Cha!” teriak Riva begitu melihat
hasil pekerjaanku.
Cepat-cepat Riva memberikan tisu kepada
Ara. Ara menyambarnya tanpa basa-basi. Dibersihkan telapak tangan dengan
tampang kesal. Tawaku tak berhenti juga saking lucunya melihat dua temanku
dengan tampang ingin membunuhku.
“sumpah... jorok...!!! jauh-jauh dari aku,
Cha!”
“jauh-jauh? Beneran nih? Ridho nggak bakal
dapat karma dong!” kataku masih dengan tawa. Kali ini dengan tawa kecil.
“ahh... iya! Aku punya info baru!” kata Ara
yang sudah berhasil mengusir permen karetku dari telapak tangannya.
“hmmm?” aku bergumam menyambut info baru
Ara.
“apa, Ra?” kata Riva antusias. “eh,
bentar.”
Riva kembali mengutak-atik laptopnya. Bukan
untuk melanjutkan facebook-nya tapi
untuk mengakhirinya. Cukup dengan lima menit laptopnya sudah tersimpan di tas
berwarna hijau toska milik Riva pastinya.
“daaaaahhhh... facebook....”
Otak Riva mulai konslet. Aku dan Ara
memandangnya heran tapi dia cuek bebek seolah sikap nggak wajarnya dianggap wajar. Lalu mulutnya terbuka memulai
pembicaraan.
“apa infonya?”
“aku punya daftar selingkuhannya Ridho. Ini
kongkrit dan nggak mungkin salah.”
“itu infonya?” tanyaku lemas.
“cha, punya info yang lebih nggak penting
nggak?” Riva mencibir.
“ada, Va. Aku punya daftar orang bego
sedunia termasuk yang disebelahku ini.” Aku melirik Ara. Dia langsung mendengus
kesal.
“aishhh... ini penting tau!”
“nggak penting buat kita.” Balas Riva.
“iya nih, kirain ada info obama pup di
rumah kamu, Ra, atau Albert Einsten minta diajarin nyalain tv and ngajakin
clubbing!”
“kalian mau kutraktir ke kafe merdeka nggak
sih?!”
“mau!” jawab aku dan Riva kompakan.
Semangat kami langsung berkobar mendengar kata traktir di telinga kami. Dasar
matre!
“bagus! Ayo kita jalankan misi demi hidup
yang lebih baik!” kata Ara sok nasionalis.
“ayooooo....” teriak kami mengikuti gaya
para pejuang Indonesia jaman dahulu.
Kami melangkah tegap mengikuti sang
komandan Ara menuju medan tempur, eh maksudku menuju mobilnya. Entahlah kali
ini apalagi yang direncanakan Ara. Kalau dpikir-pikir yang jadi pembuat karma
bukan aku tapi Ara sendiri. Tak apalah untuk pertama kali aku yang jadi si
malaikat sedangkan Ara yang jadi si iblis dari malaikat sedangkan Riva?
Entahlah...
***
Mungkin jika semak-semak bisa bicara akan
menjerit kesakitan karena telah dianiaya oleh Ara dan Riva. Mereka berdua tanpa
sadar menginjak semak-semak tak berdosa, saking asiknya mengawasi dan melihat
aksi si pembuat karma. Iya, itu aku. Aku sedang berdiri di depan Ridho dan
menatapnya sinis. Di sekitarku banyak cewek-cewek yang juga memandangnya sinis.
Mereka adalah cewek-cewek koleksi Ridho. Aku yang memanggil mereka disini. Di
taman belakang kampus tempat Ridho mencari cewek eh maksudku tempatnya mencari
ilmu.
Ku akui dia tampan. Tapi kalau dibandingkan
dengan justin beiber, level
ketampanan Ridho di bawah jurang. Tapi senyum manisnya mengalahkan senyum justin beiber. Pantas saja cewek-cewek
pengen minta tolong saking nggak kuatnya
dengan cover Ridho yang perfect. Ya, aku mengerti
kenapa cewek-cewek pada jatuh hati dengannya. Dan aku mengerti satu fakta dari cowok playboy, awalnya ramah, tapi dalamnya busuk.
“Nah, liat kan sifat asli dari cowok yang
di depan kita ini?” aku mulai membuat suasana panas.
“heh, jadi lo deketin gue cuma buat
ngelakuin ini? Cuma mau ngerjain gue? And bikin gue bersalah di depan mereka?”
kata Ridho kesal.
“kalau ku jawab iya?” jawabku dengan
enteng.
“apa hak lo? Gue punya salah apa sama lo?”
“bukan aku, tapi kamu punya segudang salah
sama cewek-cewek ini!”
“betuuuuuul...!” jawab para cewek kompak.
“aduhhhh....”
Tiba-tiba Ara keluar dari persembunyiannya
sambil menghentak-hentakkan kakinya. Semua perhatian jadi beralih kepadanya.
Ara yang sadar telah diterkam oleh ribuan pasang mata langsung nyengir tanpa dosa. Hey, hey, menurut
rencana belum saatnya Ara muncul. Seharusnya beberapa menit lagi dia membuat si
aktor utama terkejut.
“hehehe... maaf ganggu,
banyak semut disini.” Katanya dengan tampang penuh malu.
“ohhh... lo, Ra dalang dari
semua ini.” Bentak Ridho ketika mengenali orang yang pernah disayanginya
muncul. Mungkin.
“kalau iya kenapa?” tantang
Ara. Mungkin sudah kepalang basah untuk melanjutkan permainan ini. “lo kira aku
bakal diem aja atas kelakuan kamu yang seenaknya. Lo sakit kan? Lihat! Ini
semua aku rancang biar kamu ngerasain sakit hati yang sama kayak aku!”
kata-katanya terus menghujam ke cowok yang membuatnya emosinya memuncak.
Aku hanya diam lalu
teringat dengan Riva. Dia masih bersembunyi di balik semak-semak itu. Aku tahu
dia hanya pemain penonton kelas VIP yang spesial tapi juga nggak ada hubungannya dengan semua ini. Sejenak aku melihat raut
wajahnya yang terlihat sedih. Apa dia terlalu menghayati kisah ini ataukah...
Entahlah. Aku nggak sempat berpikir
ketika emosi Ara terus memuncak. Lebih baik aku membuat ini menjadi lebih
dingin.
“ok, lo menang, Ra. Tapi
Cuma untuk hari ini. Gue bakal pastiin lo akan terima lebih dari yang lo buat!”
“coba aja. Dasar playboy
cap gajah duduk!” teriak Ara kesal.
Rasanya ingin tertawa
mendengar kata-kata Ara barusan. Itu kan kata-kataku. Kata-kata yang diprotes
oleh dirinya. Tapi malah digunakan disaat suasana panas seperti ini. Ara kamu
waras nggak sih?
“ayo, Ra. Permainan udah
selesai.” Kataku menyelesaikan cerita ini.
Aku menggiringnya menjauhi
Ridho. Untungnya dia menuruti semua perintahku. Kutatap tajam ke arah Ridho
sebagai tanda perpisahankku. Lalu tanpa dikomando semua cewek koleksi Ridho
menggantikan tatapan tajamku. Mereka mengelilingi Ridho untuk menghakiminya.
Aku nggak peduli selanjutnya kejadian bagaimana yang akan menimpa Ridho. Yang jadi
perhatianku sekarang adalah Ara yang diam tanpa suara. Tapi aku tau sebenarnya
dia ingin menangis, dia hanya nggak ingin
terlihat lemah di depan orang-orang itu. Sedangkan Riva melangkahkan kaki ke
arah kami sambil menyodorkan tisu. Kami bertiga menuju ke tempat parkir.
Mengantarkan Ara ke rumahnya dan kurasa sebagai sahabatnya aku dan Riva wajib menghiburnya.
“cha, thanks ya!”
“sama-sama. Itu tugasku,
Ra!”
“Riva makasih..”
“iya, yuk balik. Besok aku
nggak mau liat Ara yang kayak gini lagi.” Kata Riva tersenyum manis.
“Kalau masih sedih,
bisa-bisa traktiran ke kafe merdeka batal nih...” candaku.
“Icha!” Riva langsung
melotot kepadaku.
“hehehe.. bercanda, Va.”
Kataku sambil menjulurkan lidah.
Ara tersenyum kecil. Aku
sedikit lega melihatnya. Kalau umpama kecelakaan, tawa kecil Ara sebagai
pertolongan pertama. Dan aku adalah si ahli medis. Dan Riva? Kurasa dia lebih
cocok sebagai tandu penopang si korban. Sahabat memang harus saling melengkapi.
Entah seberapa besar atau kecil peran sahabat itu.
Bergegas aku mengikatkan tali sepatu ketsku berwarna coklat
tua. Ku sempatkan mengintip jarum jam
yang berdetak lirih di dinding kamarku. Masih jam 07.00. Masih terlalu pagi
untuk berangkat ke kampus, tapi aku sudah dibuat kerepotan oleh tuntutan Mario
yang mewajibkan aku mengikuti caranya yang tepat waktu. Ah tidak. Mungkin lebih
tepatnya datang lebih awal agar kami punya waktu lebih banyak mengobrol. Dan
kalau tidak dituruti maka aku akan dapat masalah besar. Jurus ngambeknya bakal
keluar. Dering SMS-ku berbunyi. Ku sambar handphoneku secepat kilat di
atas meja belajar kamarku. Tampang sebel langsung kupasang ketika membaca SMS
dari Mario.
“Iya, iya
bawel. Ini juga udah mau berangkat!” gerutuku kesal.
Ku alihkan
pandanganku sejenak ke arah kalender yang terletak di atas meja dekat kamar
tidurku. Aku memandang kosong padanya. Tepat dua bulan aku putus dengan Dhika.
Aku menghela nafas. Kemudian diam sejenak. Lalu secepat kilat mengambil motorku
di garasi dan segera meluncur ke kampus.
Aku punya sebuah
kisah cinta. Kisah cinta yang tak berakhir bahagia bak cinderela dan pangeran
tapi juga bukan kisah yang setragis romeo and juliet. Ini Cuma kisahku
antara aku dan Mario serta orang yang berjajar di dekat kami. Kami adalah teman
dekat. Sebenarnya tak ada kata resmi bahwa kami adalah teman dekat. Dia adalah mantan
kekasihku sebelum Dhika. Sejak aku putus dengan Dhika, dia terus menemaniku.
Mendengarkan semua kekecawaanku yang disebabkan monster berjubah malaikat
bernama Dhika yang lebih memilih cewek lain. Dia selalu baik padaku. Dan aku
tahu bentuk kebaikannya itu tak bisa dikatakan dengan sebutan simpati dari
seorang “mantan kekasih”. Aku sempat berpikir kalau proses kedekatanku
dengannya bisa dibilang CLBK (Cinta Lama Belum Kelar). Benar atau salah aku
sendiri tak tahu.
“Hey,
ngomong-ngomong udah berapa lama kamu putus sama Risma?” tanyaku pada Mario.
Aku mencomot
sandwitch yang diletakkan Mario di atas bangku taman kampus.
“Baru datang
udah nanya gitu.” Jawabnya sambil menarik kantung kertas yang tadinya berisi
sabdwitch. Dia melongok isinya. “Udah gitu sandwitchku dirampok juga.”
“Sorry, aku
belum sarapan hehe...” Sahutku dengan lafal pengucapan yang berantakan karena
mulutku terisi penuh potongan sandwitch miliknya.
“Berapa ya..
kayaknya nggak lama sebelum kamu putus sama Dhika. Lima bulan mungkin. Kenapa? Masih
kangen ya sama Dhika?”
“Ih...
amit-amit!” Pekikku spontan.
Bisa
dibilang karena sama-sama patah hati, kami jadi punya alasan untuk dekat.
Walaupun sebelum terjadinya insiden patah hati, kami tetap menjadi teman dekat.
Hanya saja waktu itu kami sudah punya prioritas soal hati masing-masing. Dan
walau tak ada rencana untuk lagi menjadi seperti sekarang ini, tapi aku yakin
dia juga berpikir kalau semua ini memang akan terjadi. Layaknya sepasang
merpati yang menemukan rumah kami yang dulu pernah diambil oleh merpati lain.
Kami akhirnya bertemu di persimpangan jalan dan memutuskan untuk memlih jalan
yang sama.
Handphone
milik Mario menyala dan bergetar. Kurasa ada SMS yang masuk. Aku dan Mario
sama-sama melirik ke sumber getaran itu. Tanpa basa-basi Mario membaca isi
SMS-nya. Raut mukanya tak berubah. Kurasa bukan SMS yang bisa dikatakan
penting. Tapi aku masih saja penasaran dengan si pengirim SMS. Aku menatap
Mario dengan seksama. Dia yang menyadarinya membalas tatapanku dan mulai
menggerakkan bibirnya.
“Dari
Risma.“ Katanya yang seketika meruntuhkan tanda tanya dalam otakku.
“Aku cemburu
lho...” Sahutku sambil nyengir kuda.
“Jangan kira
udah dapat maafku terus kita bisa pacaran lagi.”
Aku berdiri
membelakangi tubuh Mario yang terduduk manis di bangku taman. Kurasakan aliran
darahku mulai memanas. Kutatap langit biru untuk mendinginkan lagi aliran
darahku. Ku bentangkan kelima jari tanganku pada sang mega biru. Seolah aku
ingin menggapai langit biru itu. Aku tahu tak akan pernah bisa aku
menggapainya. Aku juga tahu seperti halnya hati Mario yang tak pernah bisa
kugapai walau dalam hatiku selalu berbisik aku tak akan lagi mengulangi
kesalahan yang sama.
“Aku tahu, aku tahu. Aku juga takut pacaran
lagi sama kamu, tahu!”
“Hey, hey,
yang jadi korbannya kan aku.”
Aku menoleh
ke arahnya sambil mengukir senyum tipis.
“Takut
melukai hatimu lagi.”
Mario
terdiam. Suasana mati. Luka yang kupatri di sudut hati Mario tak akan pernah
sembuh walau sekeras apapun aku memperbaikinya. Tapi setidaknya aku lega dia
tak mencaci dan menghujatku dengan kebencian. Dia malah menyambutku dengan
senyuman hangatnya. Karena aku tahu di sudut hatinya yang paling kecil selalu
ada tempat untukku. Dia memaafkanku walau butuh waktu yang lama. Hingga sampai
pada saat sekarang. Dia memerintahkan dirinya sendiri untuk menekan rasanya
agar tidak tumbuh. Agar dia tidak lagi merasakan perih karenaku. Aku sangat
memahami itu. Mungkin semacam karma yang terbentuk melalui si monster Dhika.
Tidak. Aku pun sama seperti Dhika. Monster bagi Mario. Berkat Dhika, aku tahu
rasanya dikhianati. Berkatnya aku mengerti isi hati Mario atas perbuatan yang
kubuat padanya.
Mario masih
terduduk. Dia menangkap tangan kananku dengan kedua tangannnya. Dia menggenggam
tanganku lembut. Aku masih dalam posisiku. Masih membelakangi tubuhnya tanpa
berani menoleh. Tangan yang tadi mencengkram langit kini kuturunkan.
Pandanganku beralih lurus ke depan. Menatap kosong bangunan kampus yang masih
sepi.
“Maaf dariku
bukti kalau aku nggak benci kamu.” Jelasnya singkat. Dia terdiam lagi beberapa
detik, lalu melanjutkan kata-katanya. “Tetaplah bersamaku walau serumit apapun
hubungan kita.”
Seperti yang
kubilang tadi. Kisah ini tak berakhir bahagia, atau mungkin ini belum menjadi
akhir dari kisahku antara Mario dan aku. Rasa kami sama. Tapi kami tak bisa
mempatenkan rasa ini menjadi hubungan yang lebih jelas. Rasa yang tak bisa
memiliki masing-masing di antara kami dengan utuh. Ada dinding pembatas yang
tak bisa kulampaui. Dinding yang dibangun oleh Mario dengan kokohnya. Rasa yang
tersisa ini hanya mampu menunggu di balik dinding sambil sesekali dirasuki
ketakutan melakukan kesalahan yang sama. Pada akhirnya kami hanya mampu
menciptakan kisah yang tak ada akhir yang jelas. Kisah yang menggantung. Kisah
yang tak tau sampai kapan akan berakhir. Entah itu akhir yang bahagia atau
akhir yang menyakitkan. Aku pun tak tahu itu.
Masih/end
Paramore merupakan sebuah grup musik asal Amerika Serikat yang dibentuk pada tahun 2004. Grup musik ini bermarkas di Franklin, Tennessee. Saat ini mereka beranggotakan 3 orang yaitu vokalis Hayley Williams, Bassist Jeremy Davis, dan gitaris Taylor York. Saya sih cuma mau ngebahas sebagian dari semua lagu paramore. Oke, langsung aja saya bahas lagu-lagu favorite saya yang sering saya putar di mp3. Ini cuma pendapat pribadi lho, agan sekalian juga pasti punya pendapat sendiri. See!
1. Ignorance
3. Just Like Me
4. Now
8. Careful
9. Monster
10. Decode
Silahkan kalau ada belum yang kalian denger bisa langsung download aja di situs yang udah disediakan and jangan lupa tinggalkan komentar. Thank you.
Hidupku penuh dengan tangisan. Bukan
berarti hidupku sangat menyedihkan atau kayak dongeng bawang merah dan bawang
putih yang penuh dengan penderitaan. Itu sih terlau berlebihan atau orang sering
bilang dengan istilah lebay! Tapi ada benarnya juga dalam dongeng bawang putih
dan bawang merah itu. Di dunia ini pasti ada tokoh baik dan tokoh jahat. Lalu
aku? Aq termasuk di golongan apa? Entahlah. Banyak yang bilang aku seperti
malaikat, tapi korbanku bilang aku ini iblis. Whatever-lah mereka mau bilang apa. Apa peduliku? Aku hanya puas
jika aku bisa membuatkan karma untuk orang orang jahat. Toh itu memang pantas
untuk mereka. Dan untuk sekian kalinya tangisan berada dihadapanku.
“chaaaaa,,, Ridho chaaa...!!!” kata Ara
diikuti isak tangisnya.
“iya aku tau,, playboy cap gajah duduk!’
kataku ketus.
“hehhh... napa ada gajah duduknya? Kamu
kira sarung? Aku lagi gak pengen bercanda cha...”
“pengennya apa? Pengen aku buatin karma tuk
si yayank mu tercnta?”
“aissshhhh...” Ara mendesis kesal. “udah
tau kog masih tanya...”
“ra,, aku kan udah pernah bilang ridho tuh
kolektor cewek! Tanggung sendiri deh sakit hatinya...”
“tau darimana?”
Aku hanya mengangkat bahu.
“satu minggu traktir aku di cafe merdeka.”
“ihhhh... kemarin-kemarin aja cuma minta
oralit ma nanas satu kilo. ”
“suka-suka aku dong!”
“ok! Tapi yang satu ini kamu harus
bener-bener buat jungkir balik! Bikin dia pengen gali kuburnya sendiri!”
“kalau itu mah minta tolong sama tukang
gali kubur aja!”
“hehehe...”
“udah lupa ya sama nangisnya?”
“aishhhhh...” desisnya sekali lagi.
Ku pandangi sekeliling kamar Ara berhias
pernak pernik lucu berbalut tembok warna biru muda. Benar-benar cewek sejati.
Sejenak pikiranku sibuk merangkai potongan argumen tentang Ara. Dia cantik.
Pintar. Tapi dia tak pernah punya teman bernama cinta. Malah punya teman
pembuat karma. Apa kehadiranku sudah merupakan karma? Lagi-lagi aku berpikir
begitu.
Aku menggeleng kepala. Kubuang semua
argumen itu. Lalu aku beranjak dari kamar tidur Ara menuju dvd player dan
menyetel musik last child yang berjudul pedih. Kemudian kembali kurebahkan
tubuhku di atas kamar tidur milik teman cengengku. Belum ada satu menit
menikmati empuk kapas berbalut kain, Ara tiba-tiba melemparku dengan guling.
Hey!
“temannya sedih malah ditinggal tidur!”
“Ra, malam ini aku tidur disini ya?”
“berantem lagi ortumu?”
Mulutku tertutup rapat. Sama sekali nggak nafsu menjawab pertanyaan Ara. Ku
pejamkan mata sambil menggumam. Tanpa sadar aku terbawa dalam alunan lagu yang
terdengar lirih. Pedih oleh last child.
***
Pulang kuliah Ara langsung menyeretku ke
dalam mobilnya. Dan Riva mengekor di belakang dengan tanda tanya di kepalanya.
Aku pun nggak mengerti isi dari otak
teman cengengku ini. Kebetulan aku nggak membawa
mobil karena nitip parkir di rumah
Ara. Yahhh.. karena aku sudah menginap dirumahnya jadi aku berangkat ke kampus
bersamanya, dan kebetulan lagi kami satu kampus plus satu angkatan.
“mau kemana sih?” aku nggak tahan mengeluarkan pertanyaanku.
“salon.”jawab Ara.
“idih... najis! Nggak ada tempat lain apa?”
kataku merinding genit.
“ada apa sih ra ke salon segala?”
“jalanin misi dong! Kalau mau godain cowok
harus tampil cantik!”
“ogah banget. Aku kan udah cantik dari
sananya. Nggak perlu dipermak!” kataku tersenyum jahil.
“hueeeeekkkzz!” mereka kompakan meniru
orang yang baru ketahuan hamilnya.
“hahaha.... udah ah langsung ngasih
pelajaran si ayankmu itu aja.”
“nggak bisa gitu dong! Rencana kali ini
harus perfect!”
“aahhh... aku tau... mau buat karma ya?”
Riva menebak-nebak.
“seratus untuk nona Riva!” jawab Ara
diikuti langkah kakinya masuk ke dalam mobil. Dia mengambil kemudi sedangkan
aku dan Riva duduk di belakang. Sempat-sempatnya Ara menoleh ke belakang
sebelum mesin dinyalakan dan berceloteh lagi. “berapa lapis?” lanjutnya.
“ratusan!” sekarang giliran aku dan Riva
yang kompakan.
“hahaha nggak nyambung! Garing!” cibirku
kemudian.
“biarin....!” jawabnya sambil menyalakn
mesin.
Mobil honda jazz berbalut warna merah
delima melaju melawan hembusan angin yang menerpa kaca depan mobil. Ara fokus
dengan pandangan jalan raya. Riva sibuk mengutak-atik benda ciptaan Graham Bell
lalu aku hanya bengong, saking bingungnya mau ngapain. Sedetik kemudian kuputuskan untuk mengcopy kegiatan Riva. Sampai disini aku masih bingung. Sms nggak ada, Telepon juga nggak berdering. Akhirnya aku login fb
di hape, dan sialnya statusku miskin komentar. Ada yang punya saran mengisi
waktu senggang dalam perjalanan?
Untung jarak antara salon dan kampus Cuma
butuh waktu sekitar sepuluh menit jadi aku nggak
perlu jenuh menikmati kebengonganku. Kedua kalinya Ara menyeret tanganku
dengan cepat. Takut aku kabur kali. Aku
paling anti pergi ke salon, kayak tante-tante yang mau konser aja. Hush!
Cuma dalam hitungan detik aku sudah duduk
di bangku bekas para cewek centil. Pastinya di depanku ada sebuah kaca yang
terpampang lebar. Ara dan Riva berdiri di belakangku. Mungkin sedang menunggu
si tukang salon yang tak kunjung datang. Lalu mataku berasa ingin muntah
melihat seorang cowok dengan gaya lemah gemulai mirip cewek. Dari cara berpakainnya,
cara berjalannya, tata rambutnya, ihhh... ini sih cowok jadi-jadian. Tubuhku
langsung bergidik merinding melihatnya. Amit-amit deh!
“hei non! Mau permak siapa nih?” kata si
tukang salon yang lemah gemulai itu dengan gaya menjijikkan.
“nggak permak total sih... Lihat deh nggak
jelek-jelek amat kan?” jawab Ara sambil memandangku.
“kurang ajar... mau ngehina apa puji aku
nih?”
“hehehe santai cha...” Ara meringis tanpa
dosa kepadaku diikuti tawa kecil dari Riva. “tolong ya.. dibuat secantik mungkin.”
“beres deh!”
“yuk, Va. Kita tunggu si ratu pembuat karma
ini.” Kata Ara langsung kabur begitu aja.
“heh!” Aku melotot tapi Ara malah tersenyum
jahiil kepadaku. Dasar!
“tenang aja non.. cantik-cantik kok jutek.”
Kata si cowok jadi-jadian yang malah buatku tambah bad mood.
Secepat kilat kukeluarkan hape
kesayannganku. Maklum Cuma punya hape satu, jadi yang disayang Cuma hape ini.
Iyalahh... nggak ada lagi yang bisa
disayang. Kali ini aku tau bakal berbuat apa. Yap! Earphone langsung kuselipkan di kedua telingaku. Kuputar mp3 dan
kudengarkan lagu favoritku. Kupikir lebih baik daripada mengurusi orang yang
bikin sakit mata.
Hari
ini kudendangkan lagu yang ingin kunyanyikan
Terkenang
semua kenangan yang t’lah ku alami
Ingin
kubuka lembar baru untuk menemani hariku
Tak
ada lagi kesedihan selimuti diriku
Lagu J.Rock berjudul ceria mengalun lembut masuk ke
otakku. Aku benar-benar ngfans berat sama band satu ini. Musiknya yang buatku
semangat tiap kali mendengarnya. Seperti obat penyemangat hidupku.
***
“taraaaaaaa.....
ini kampusnya Ridho!” teriak Ara malu-maluin.
“keren.” pujiku dengan tampang datar.
“ihhhh keren bangeeeet!” Ara bertingkah
kayak cewek imut tapi bedanya temanku ini nggak
imut. “harusnya bilang gitu dong, Cha! Kurang ekspresi!”
“lebaaay!” cibirku kompakan bareng Riva.
“ahhh... nggak asik. Udah sana langsung
masuk aja.”
“yang mana orangnya?”
“yang pake baju biru...” Ara menunjuk
sesosok cowok nggak jauh dari
tempatku berada.
“ohhh... yang hidungnya pesek ya?”
“hahahaha... jangan ngomongin diri kamu
sendiri, cha!”
“heh... aku nggak pesek!”
“percaya kok!” kata Ara dan Riva kompakan
menahan tawa.
“aishhhhh....” desisku kesal lalu
meninggalkan mereka menuju target utama.
Celana jins dengan baju putih berenda di
sekitar leher melekat dalam tubuhku. Rambut hitamku di buat keriting dengan
bando yang putih yang berhias seperti mahkota. Aku merasa seperti putri raja
yang ingin tampil cantik di hadapan pangerannya. Ya, seorang pangeran buaya
darat. Ku mantapkan langkah kaki menuju sang pangeran. Ku ukir senyum semanis
mungkin walau nggak semanis Angelina Jolie. Dan dia balik tersenyum
padaku. Yes! Awal yang bagus.
Lalu tiba-tiba ada sesosok cewek yang berlari
di belakangku menuju target utama dengan muka sumringah. Hey,, jangan-jangan
Ridho bukan membalas senyumku tapi malah menyambut gadis centil yang berdiri di
hadapanku. Dan parahnya lagi mereka berdua nggak
merasakan kehadiranku. Dengan cuek mereka meninggalkanku.
“aduhhhh....” rintihku sambil memegang
tumit kaki.
Ridho menoleh. Yahaaa.. ini baru berhasil.
“kamu nggak apa-apa?”
“kayaknya keseleo deh kakiku.” jawabku
sambil terus berakting.
“di depan sana ada UKS, kamu bisa minta
obat di sana.”
“makasih.”
Dia kembali melanjutkan langkah kakinya.
Sial. Katanya playboy tapi cueknya minta ampun. Gimana rencanaku bisa berjalan
nih...
“aduhhhhh... aduhhh...” kali ini aku
meninggikan nada suara.
“kenapa lagi?”
“kayaknya nggak bisa jalan deh.”
Rasanya aku pengen menjilat ludahku
sendiri. Benar-benar memalukan tingkahku.
“kamu punya dua kaki kan? Apa dua-duanya
keseleo?”
Aku menatapnya bengong. Gaya bicaranya
ketus. Apa ini yang namanya buaya darat? Lirih kudengar tawa kecil dari cewek
di sebelah Ridho. Reflek aku menekuk muka. Gagal. Kayaknya drama ini harus
segera ku akhiri daripada tambah berantakan rencanaku.
“maaf kalau ganggu. Dan terima kasih buat
yang tadi.”
Tanpa menatap matanya aku langsung ngacir ke tempat Ara dan Riva menunggu.
Mereka senyam-senyum menyambutku. Dan aku tau apa yang akan mereka tanyakan
setelah ini.
“gimana? Sukses nggak?” tanya Ara dan Riva
yang lagi-lagi kompakan.
“cuek abis!” jawabku kesal.
“loh? Kok bisa?”
“mana ku tau!”
“baju biru kan?”
“iya.”
“celana jins?”
“iya.”
“rambut cepak?”
“iya.”
“loh?”
“eh.... rambutnya agak panjang.”
“bukan rambut cepak?”
“iya.”
“kayak gini nggak?”
Ara menyodorkan sebuah foto padaku. Aku
mengamatinya sejenak.
“bukan.”
“ichaaaaa..... kamu salah orang.....!” Ara
langsung menjerit. “pantesan aja cuek gitu orangnya. Payah kamu, cha!”
“nggak usah teriak pas di telinga aku dong!”
“kenapa bisa salah orang sih!”
“wajar dong! Aku nggak pernah liat mahluk
namanya Ridho kok.”
“terus gimana, ra?” tanya Riva tiba-tiba.
“cabut! Ntar kupikir-pikir lagi deh...”
Aku mengangkat bahu. Ara menghela nafas
dengan tampang cemberut. Riva tersenyum kecil. Gabungan ekspresi itu kami bawa
ke mobil dan berakhir ke rumah masing-masing.
KARMA part one/end
Subscribe to:
Posts (Atom)